Bagaimana kabar hari ini?
Aktivitas sudah kembali normal, kan?
Rasanya sayang sekali karena merasa belum tuntas liburan lebaran kemarin. Tapi, tak mengapa, karena saat ini waktunya menabung kembali untuk liburan selanjutnya.
Lebaran tahun ini sangat spesial untukku. Kenapa? Karena aku dan keluarga menikmati liburan dengan menyambangi saudara di dua tempat berbeda. Tentu di waktu yang berbeda pula.
Kunjungan pertama akan aku bagikan ceritanya di tulisan kali ini. Untuk kunjungan kedua, dibagikan di tulisan yang berbeda.
Dan ini kisahku mengunjungi daerah Sariwangi, Tasikmalaya. Sebenarnya, tempat ini sudah pernah aku singgahi sebelumnya di tulisan Hutan Lindung Cimedang. Tapi, vibes kali ini terasa berbeda sebab berangkatnya di hari kedua lebaran!
Cerita Berkunjung ke Sariwangi Tasikmalaya Saat Lebaran
Merasakan Kemacetan Mudik Saat Lebaran
Sebagai orang bekasi asli, yang notabennya enggak pernah merasakan mudik jauh. Tentunya, pengalaman silaturahmi ke tasikmalaya saat lebaran kedua merupakan kenangan yang sulit dilupakan. Maklum, biasanya mudik paling jauh itu beda kecamatan aja. Ini langsung beda tempat dan beda udara!
Perjalanan kami tempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat. Berangkat dari rumah ba’dha zuhur dengan pikiran, “ah nanti juga lancar pas di jalan.” Akhirnya membuat kami pede untuk berangkat tanpa melihat berita atau update news hari itu.
Kala itu, jalan tol menuju cikampek masih tampak agak ramai meski lancar terlihatnya. Membuat kami berkelakar, kalau orang-orang yang bepergian hari ini sama seperti kami yang gabut mau kemana lagi.
Tapi, saat mampir ke rest area daerah purwakarta, barulah kami agak sedikit tersenyum getir. Sebab, di sini banyak menumpuk kendaraan yang ingin mengisi bbm maupun yang ingin makan siang dan istirahat. Saat itu, sedikit mempersiapkan diri juga untuk rencana yang tidak terpikirkan.
Benar saja rupanya, saat perjalanan berlanjut dan sudah masuk tol sadang, kendaraan mengular. Belum lagi cuaca tiba-tiba mendung gelap dan hujan deras turun. Yang ditakutkan adalah udara dingin yang bisa membuat kandung kemih bergetar. Dan memang benar, sepanjang kemacetan, kami harus menahan buang air kecil demi bisa sampai di rest area terdekat.
Ketika sampai di rest area, sudah memasuki waktu magrib lewat sedikit. Kami saat itu berencana untuk stay sejenak menunggu waktu isya tiba. Tapi, tiba-tiba dari pengeras suara terdengar informasi bahwa pukul 8 malam ini akan ada penutupan jalan menuju tasikmalaya dan garut serta sekitarnya. Sehingga, kami diminta untuk bergegas agar tidak terkena sistem buka-tutup.
Melanjutkan perjalanan setelah solat magrib dan melaksanakan hajat, sambil mempersiapkan mental dan doa agar tidak terkena sistem buka-tutup. Membuat kami memutuskan untuk makan malam di perjalanan saja, alhamdulillah tadi sebelum berangkat memang sudah membawa makanan berupa nasi dan mie goreng untuk di perjalanan.
Sayangnya, meski sudah berusaha menambah kecepatan sesuai maksimum peraturan yang berlaku. Tetap saja, akhirnya kami terkena imbas penutupan jalan, hahaha, nikmat banget asli. Inilah pertama kalinya aku dan keluarga, yang biasanya lebaran di rumah dan enggak pernah mudik saat lebaran, merasakan dijadikan tontonan warga sekitar yang asik berkumpul bersama keluarga sambil melihat mobil antri di jalan.
Karena tidak ada pilihan, mau tidak mau ya dinikmati saja. Dan perjalanan untuk sampai di Jayawati Farm, Sariwangi ini cukup lama, kami baru sampai sekitar pukul 3 lewat dini hari, hampir subuh. Bahkan, di perjalanan naik ke atas, karena memang lokasinya di kaki gunung galunggung, kami berpapasan dengan orang-orang yang hendak berangkat ke pasar.
Menikmati Pagi Hari di Hutan Lindung Cimedang
Kami sekeluarga istirahat sebentar saja setelah solat subuh. Alhamdulillah juga, saat perjalanan turun hujan, menandakan kondisi cuaca di dalam hutan ini tidak akan terlalu dingin seperti hari sebelumnya karena cuaca panas.
Jadi, kalau menginap di hutan atau kawasan pegunungan, kalau cuaca panas justru udara akan sangat dingin saat malam hari. Sementara kalau turun hujan, maka udara tidak akan terlalu dingin, hanya terasa sejuk tapi masih bisa diatasi dengan pakai pakaian lengan panjang.
Sejujurnya, kami sekeluarga bangun agak siang, sekitar pukul setengah delapan pagi. Tapi, disambut dengan suasana di dalam hutan yang asri banget. Membuat kami merasa rileks dan santai. Apalagi jalanan umum di depan tempat kami menginap, menjadi rute yang sering dilewati pengunjung yang ingin main air di curug cimedang atau penduduk lokal yang mau ‘ngarit’ ke dalam hutan. Jadi, kami sering menyapa dan berbalas sapaan dengan mereka yang lewat.
Setelah asik duduk sebentar, kami berkunjung ke rumah saudara yang tinggal persis di belakang tempat kami menginap. Kami sarapan di sana dan berbincang sebentar. Waktu terasa lambat sekali di tempat ini. Membuat kami terkejut, obrolan panjang tersebut belum sampai satu jam. Kami pikir sudah berjam-jam kami di sana.
Kami menghitung waktu, sebab memang ada rencana untuk kembali lagi ke Bekasi di hari tersebut. Agar tidak terkena kemacetan kedua kalinya saat perjalanan pulang nanti. Dan setelah sarapan, kami bersama jalan menuju curug cimedang.
Numpang Basuh Muka di Curug Cimedang
Yang membuat kunjungan ke hutan lindung ini berbeda, selain karena berangkat di saat lebaran hari kedua. Juga karena keluarga yang aku ajak berbeda. Kali ini aku mengajak Mamah dan saudara suamiku serta anak kami berkunjung ke tempat ini. Rasanya, sama. Sama-sama senang karena bisa silaturahmi sekaligus bersama keluarga yang kami sayangi.
Sebenarnya ada kejadian yang sempat membuat suami sedikit stress. Pasalnya, Mamah yang sudah berusia 70 tahunan, memaksa untuk ikut turun ke curug. Padahal, kontur jalanannya menurun parah dan masih harus jalan menanjak lagi untuk sampai ke curugnya. Tapi, karena mamah bersikukuh ingin ikut, akhirnya diputuskan aku, anak-anak dan adikku berangkat duluan. Sementara suami dan saudaranya jalan bersama mamah pelan-pelan.
Alhamdulillah, selama perjalanan bolak-balik ke curug tidak ada yang menghambat. Semua senang menghabiskan waktu di sini. Sambil main air sebentar, sebab airnya lumayan dingin. Jadi tidak tahan untuk berlama-lama.
Usai menghabiskan waktu bermain di curug Cimedang, kami memutuskan untuk kembali ke penginapan. Bersih-bersih tubuh, kemudian istirahat kembali untuk mempersiapkan tubuh menghadapi perjalanan menuju Bekasi yang saat itu, tampaknya akan sama seperti perjalanan berangkat.
Istirahat beberapa jam saja, setelahnya kami solat dan menjamak solat karena takut nanti tidak mendapat tempat perhentian untuk solat ashar. Kemudian, kami berpamitan sebelum pulang. Dan perjalanan pulang membawa kami pada pengalaman yang berbeda lagi.
Perjalanan Pulang Lewat Garut
Saat berangkat hari sebelumnya, kami melewati jalur malangbong. Dan ketika pulang, kami direkomendasikan untuk melewati jalur Garut. Agar bisa menemukan banyak makanan yang bisa dicicipi, demikian kata adikku.
Meski pada faktanya, jangankan bisa kuliner, bisa berhenti untuk turun di tempat yang tidak ramai saja saat itu mustahil. Ditambah hujan deras sekali sampai jalanan tidak tampak. Sehinga kami harus benar-benar berhati-hati. Bayangkan saja, kaca mobil meski sudah menyalakan wiper, tetap saja tidak terlihat jelas, hanya berupa pendar lampu rem mobil di depan kami yang berbayang.
Karena tahu tidak bisa berhenti, jadi kami memutuskan untuk menjamak solat magrib dengan isya di rest area saat masuk tol. Itupun sempat merencanakan untuk makan di rest area juga, tapi akhirnya aku menyerah. Sebab, selama perjalanan, aku merasa badan tidak enak karena telat makan.
Setelah berhenti sebentar dan makan di daerah Garut. Kami melanjutkan perjalanan, saat itu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Tentu kalau ditanya seberapa macet? Jawabannya, macet banget. Harus sabar karena jalannya sedikit - sedikit dan sangat pelan.
Usai menyantap makan malam yang telat dan istirahat sebentar kemudian mengisi bensin. Kami meneruskan perjalanan. Beruntungnya, karena memang perjalanan kami ini menuju Bekasi, jadi kami menikmati jalur contra flow yang bebas hambatan. Meski begitu, tetap saja kami sampai di rumah saat azan subuh berkumandang.
Wow memang perjalanan kali ini, sejujurnya tidak membuatku kapok. Malah ingin kesana lagi. Dan ingin mengajak keponakan lain yang belum sempat kami ajak kemarin.
Berbagi Pengalaman Dengan Internet Cepat Dari IndiHome
Tanpa jaringan internet yang cepat dan bebas pemakaian tanpa pusing mikirin sisa kuota. Ini yang aku cari. Karena itu, aku menggunakan Internet Provider yang memberikan akses bukan saja untuk internet yang cepat, tapi juga layanan tv kabel dan telepon rumah, satu paket.
Menggunakan internet dari Telkom Indonesia ini sudah cukup lama. Berawal dari kegalauan akibat kuota internet di handphone sering cepat habis karena dipakai sebagai modem. Akhirnya, memutuskan untuk sekalian saja menggunakan layanan internet yang stabil. Biar ketika hujan deras sekalipun, jaringan internet tetap stabil.
Alhamdulillah, sejak pakai IndiHome jaringan selalu stabil. Apalagi, karena rumahku ini dekat sutet. Sehingga membuat jaringan internet di sekitar rumah itu lambat dan sering lost signal. Terbantu banget dengan pakai internet provider dari Indihome ini jadi enggak stress akibat signal loss.
Dan lagi biaya per bulannya kalau dihitung-hitung lebih hemat. Dibanding menjadikan handphone sebagai modem. Soalnya, ketika ditotal, pemakaian internet per bulan sekeluarga mencapai 300 giga lebih. Ini sudah digunakan untuk streaming film, streaming video pembelajaran, bikin konten di blog, mengunggah video, mainan sosial media dan banyak lainnya. Worth it, banget!