Bepergian ke suatu tempat, memang asik dan menyenangkan. Apalagi jika kedatangan ke tempat tersebut ditujukan untuk menyambung tali silaturahim ataupun untuk temu kangen dengan seseorang yang sudah lama tak dijumpai. Seperti kedatanganku ke suatu kota bernama Ponorogo.
Berlokasi di provinsi Jawa Timur, Ponorogo dikenal sebagai kota Reog karena tari reog memang berasal dari sana. Tak hanya itu, Ponorogo juga dikenal dengan masyarakatnya yang punya cita rasa seni yang mumpuni. Terbukti dari banyaknya karya seni baik berupa patung sampai lukisan mewarnai setiap sudut kotanya.
Apalagi, sejak beberapa tahun belakangan, kota Ponorogo sudah menampakkan geliat perubahan yang cukup banyak. Mulai dari jalan-jalannya yang ramah pejalan kaki. Tata kotanya yang enak dipandang hingga tingkat ekonominya mulai menaik dengan kehadiran banyaknya tempat makan maupun cafe di sini.
Traveling Bekasi - Ponorogo Jawa Timur
Kunjungan Pertama di Ponorogo Jawa Timur
Pertama kali menjejakkan kaki di Ponorogo dalam rangka mengantar keponakan yang sedang mengenyam pendidikan di salah satu pesantren putri di daerah Jetis pada tahun 2017. Bagiku saat itu, Ponorogo masih menjadi daerah yang sangat jarang cafe ataupun kerlap-kerlip kehidupan pada malam hari.
Inget banget waktu tiba di tempat ini sudah menjelang malam. Beruntung waktu itu sudah membekali diri dengan makanan dan cemilan serta minuman. Sebab, saat menuju tempat pondok pesantrennya, suasana saat itu sudah teramat sepi. Memang jauh berbeda dengan kota Bekasi yang pada masa itu sudah bisa dibilang Kota Yang Tidak Pernah Tidur.
Sepinya Bekasi baru terasa saat covid melanda. Walaupun setelah pandemi berlalu, pada akhirnya masih ada daerah yang tetap sepi saat malam tiba dan menjadi wilayah rawan untuk dilewati.
Balik lagi ke pengalamanku saat berkunjung ke kota Ponorogo. Tempat yang membuatku benar-benar refresh, baik menyegarkan pandangan mata dengan pemandangan gunung beserta sawahnya. Juga mengembalikan kesegaran paru-paruku sebab udara di sini masih sangat baik kualitasnya.
Dan kunjungan pertama ini pula, aku mengenal Sate khas Ponorogo yang waktu itu langsung direkomendasikan untuk mencobanya di Jalan Gajah Mada. Lokasi penjual sate ini cukup terkenal. Berada tepat di tengah kota Ponorogo, Sate Ayam Ngepos Ponorogo ini terdapat beberapa penjual sate. Kita bisa memilih sesuka hati tanpa harus berebut. Bahkan, pedagang di pojokan Ngepos ini sangat santai, tidak tampak rebutan pelanggan apalagi saling sindir.
Yang menjadi pengalaman paling menarik makan di tempat ini adalah saat makan di dalam, asap bakaran sate akan memenuhi ruangan. Membuat kita bisa merasakan pedas manis dari asap yang menguar. Cukup seru, ditambah rasa Sate Ayamnya yang memang berbeda. Baik bumbu sajian kecapnya sampai bumbu bakarannya beda banget. Membuat cita rasa Sate Ayam Ponorogo menjadi sangat khas dan tidak ditemukan di tempat lain.
Kunjungan Berikutnya ke Kota Ponorogo
Aku tidak mengatakan ini adalah pengalaman kunjungan kedua atau ketiga di bulan Agustus 2023 ini. Sebab, qadarullah, aku mulai mengunjungi Ponorogo kembali saat pandemi melanda. Karena anakku melanjutkan pendidikannya di tempat yang sama seperti sepupunya (yang sudah lulus).
Karena itu, Ponorogo menjadi kota kedua yang kurasakan seperti kampung halaman, meski aku tidak punya kampung halaman. Saat pandemi, aku bahkan beberapa kali mengunjungi pondok pesantren tempat putriku berada. Setahun, bisa lima sampai enam kali aku berkunjung ke tempat ini.
Menariknya, justru saat pandemi inilah, kota Ponorogo mulai menampakkan geliat perubahan sedikit demi sedikit. Hingga akhirnya menjadi kota yang enak untuk nongkrong di dekat alun-alun. Bahkan, sekitar tahun 2022 kemarin, aku berkesempatan untuk bisa melihat festival Grebeg Suro yang ternyata sangat menarik.
Saat festival Grebeg Suro berlangsung. Beberapa jalan yang melewati alun-alun kota Ponorogo ditutup. Itulah sebabnya, aku sempat tidak mencicipi sate ayam Ngepos tapi justru bisa mencicipi kuliner lainnya di jalan - jalan kota Ponorogo yang belum pernah kulalui.
Tempat Singgah Paling Nyaman Sekaligus Tempat Ibadah Yang Recommended
Selama beberapa kali mampir ke kota Ponorogo ini. Dimana aku dan pasangan lebih sering berkunjung saat hari Jumat, soalnya hari libur santrinya itu hari Jumat. Kami sering menyempatkan untuk menyempatkan ibadah di salah satu masjid.
Baik itu ibadah sholat Jumat maupun shalat wajib lainnya. Dan memang beberapa kali ke Ponorogo, dimana sangat jarang kami menginap di sini, lebih sering tektok-an alias datang langsung pulang lagi ke Bekasi. Kami selalu merasa nyaman dengan masjid yang lokasinya dekat dengan ATM BNI.
Ada satu pohon yang ditanam di depan masjid ini, ternyata ini adalah pohon buah persik. Alhamdulillah, dari mampir untuk solat di sini, aku jadi tahu bagaimana bentuk buahnya. Jujur loh, aku benar-benar baru tahu bentuk buah Persik yang ranum berwarna merah cantik banget. Sampai-sampai ada buah persik yang jatuh, terus aku bawa pulang ke Bekasi, demi bisa diperlihatkan ke adik-adikku yang ternyata juga belum pernah melihat buahnya, duh norak sekali memang kami ini.
Untuk yang mau mampir dan melakukan ibadah solat di tempat ini. Saranku, jangan lupa mengisi kotak amal, ya. Walaupun seikhlasnya, kalau menggunakan toilet dan berwudhu apalagi mengenakan rukuh dan sajadah di masjid ini. Ada baiknya sebagai bentuk syukur karena diberi kemudahan dari fasilitas masjid, untuk mengisi kotak amal seikhlasnya.
Ini bukan paksaan sih. Bahkan, pihak masjid juga enggak woro-woro apalagi memaksa. Tapi, ini saran dariku sebagai sesama pesinggah, sesama traveler yang mampir untuk beribadah di satu tempat. Sebagai ungkapan rasa terima kasih juga. Gitu sih.
Hal-hal Yang Perlu Diketahui Saat Mampir ke Kota Ponorogo Bagi Orang Awam
Orang awam yang kumaksud ini adalah teman-teman traveler yang mungkin sepertiku. Baru pertama kali mampir di Ponorogo maupun sedang singgah sementara. Kalau ingin ibadah solat Isya, sebaiknya sudah datang di Masjid NU Ponorogo ini sebelum azan Isya berkumandang.
Baiknya malah sudah datang dan melaksanakan sholat Magrib berjamaah. Sebab, setelah solat Isya berjamaah selesai, maka masjid ini akan ditutup. Tidak terbuka lagi untuk umum. Sesuai dengan nasihat beberapa ustaz yang aku tahu, kalau usai Sholat Isya itu jangan berlama-lama di Masjid. Untuk menghindari ghibah, hehe.
Tapi, bukan itu saja alasannya sih. Banyak alasan lainnya, yang kalau mau dicari tahu silakan ditanyakan sendiri. Sebab, buatku satu alasan yang tadi aku dengar dari ustazku itu sudah cukup buatku. Terlebih, agar masjid ini tidak dijadikan tempat tidur yang bisa-bisa membuat kebersihan di lingkungan tempat ibadah jadi kurang kondusif.
So far, perjalananku kali ini berkunjung ke Ponorogo, cukup menyenangkan. Apalagi saat aku mampir, cuaca sedang cerah. Jadi, aku bisa mengambil beberapa foto dari pinggir sawah. Merekam gunung Butak (yang sejujurnya baru aku ketahui setelah menonton tayangan pendaki gunung beberapa hari lalu) dari kejauhan dan memang tampak seperti putri tidur.